Rabu, 30 Desember 2015

Kegalauan Pustakawan



MASA DEPAN PROFESI PUSTAKAWAN: Perpustakaan tradisional vs perpustakaan digital
Di era global saat ini dimana informasi membludak. Profesi pustakawan menjadi sorotan. Pustakawan dituntun harus bisa menyeimbangkan profesinya seiring dengan perkembangan teknologi informasi (TI) yang terus berkembang. Salah satu untuk meningkatkan profesi pustakawan yaitu dengan merubah perpustakaan yang tradisional menjadi perpustakaa digital. Perkembangan perpustakaan yang mengarah ke perpustakaan digital, tentunya membawa dampak yang sangat besar dalam hal pelayanannya, dimana pustakawan harus dapat melayani pemustaka seperti permintaan akses agar lebih cepat ke informasi. Tentunya untuk memenuhi harapan tersebut, seorang pustakawan harus mempunyai kompetensi dan bisa beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi.
Hal ini menyebabkan kekhawatiran bagi sebagian pustakawan, mereka menganggap bahwa kehadiran perpustakaan digital akan menjadi ancaman. Mereka merasa dengan adanya perpustakaan digital, pekerjaan teknis yang mereka lakukan akan tersingkirkan. Kata perpustakaan digital masih asing bagi pustakawan perpustakaan tradisional. Perpustakaan tradisional hanya menggunakan kealian dalam menganalisis subjek dalam proses klasifikasi dan katalogisasi, sedangkan untuk perpustaaan digital, selain membutuhkan keahlian tersebut, juga harus didasarkan dengan ketrampilan-ketrampilan dalam menggunakan Teknologi Informasi.
Pustakawan Gaptek
Pandangan masyarakat awam terhadap pustakawan merupakan individu yang gaptek dalam melakukan profesinya sebagai pekerja teknis. Kehadiran teknologi informasi di perpustakaan akan membuat ketrampilan pustakawan secara tradisional tidak diperlukan lagi. Menurut Joint (2004), belum ada revolusi total dan menyuruh terhadap perpustakaan digital, yang ada sekarang lebih kepada peningkatan kompetensi pustakawan yang profesional dengan ketrampilan khusus dibidang perpustakaan digital.
Perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital tidak dapat dipisahkan, kedunya mempunyai komponen kunci yang tetap harus ada, perpustakaan digital dan perpustakaan tradisional sama-sama menangani informasi yang konstan, sebagian informasi masih dalam bentuk cetak dan sebagiannya lagi dalam bentuk digital. Perpustakaan yang seperti inilah yang sekarang di Indonesia dianggap sebagai perpustakaan digital. Definisi perpustakaan digital memunculkan banyak pemahaman dari para ahli, belum ada pengertian yang mendasar tentang pengertian perpustakaan digital.
Perubahan Budaya VS Perubahan Teknologi
Kemunculan teknologi informasi membantu dalam meningkatkan kompetensi profesi pustakawan. Perpustakaan digital menantang profesi pustakawan yang berargumen kemajuan teknis menggantikan ketrampilan manusia. Perubahan teknologi informasi tidak semata merubah perpustakaan tradisional menjadi perpustakaan digital, tetapi sebagai perubahan yang mendasar dalam keyakinan sosial, dilihat dari teori budaya dan praktek budaya. Perubahan budaya pada era teknologi informasi akan memudahkan para pustakawan untuk mengembangkan kompetensinya di bidang teknologi informasi yang digunakan di perpustakaan dalam mengorganisasi berbagai sumber informasi yang ada, dan selanjutnya disebarluaskan kepada masyarakat melalui berbagai macam media, mulai dari internet, website, gmail, media sosial dan lain sebagainya.
Manajemen Perubahan
Ini adalah suatu kebenaran untuk menyatakan bahwa perubahan teknologi memungkinkan membuat hal-hal yang baru dan meninggalkan yang lama. Tantangan yang lebih sulit adalah membuat penilaian tentang sifat perubahan ini, apakah manajemen yang baru lebih baik daripada manajemen yang lama, atau sebaliknya. Manajemen perubahan yang bisa langsung dirasakan pustakawan adalah kesuksesan dalam membangun perpustakaan digital dari perpustakaan tradisional. Dengan adanya perubahan dari perpustakaan tradisional menjadi perpustakaan, maka citra perpustakaan dan pustakawan akan meningkat, sehingga profesi pustakawan akan menjadi pengakuan masyarakat secara nyata, bukan hanya sebatas pengakuan tertulis di Undang-Undang.
Perpustakaan Digital
Pemikiran terhadap perpustakaan digital saat ini hanya penciptaan sementara dari  gelombang teknologi internet, bukan sebagai kebebasan terhadap perkembangan teknologi. Perpustakaan digital dan perpustakaan tradisional adalah sama, alat yang digunakan untuk menemukan koleksi sama, yaitu katalog jika perpustakaan tradisional masih manual, perpustakaan digital sudah online. Akan tetapi untuk perpustakaan digital proses penemuannya lebih cepat.
Model perpustakaan digital saat ini tidak sepenuhnya menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan layanan prima, tetapi penggunaan teknologi informasi di perpustakaan digital hanya untuk memudahkan pekerjaan pustakawan dalam mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan informasi secara cepat dan tepat, dan pekerjaan yang ada di perpustakaan menjadi tersruktur. Dalam hal ini, perpustakaan digital harus tetap dibarengi dengan perpustakaan tradisional, karena informasi yang dimiliki tidak semuanya bisa di digitalkan. Demikian pula, pustakawan melihat obyek informasi yang ada hanya sebagai objek yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat disimpan serta dilestarikan dengan cara yang sama juga.
Berikut adalah ringkasan singkat peran pustakawan tradisional dalam memandang keberadaan perpustakaan digital, seperti yang ungkapkan salah seorang peserta dalam workshop eLit 2006:
1.      Kemustahilan format
Pertama, penerapan format bibliografi untuk sumber daya digital tidak benar-benar bekerja. Pengguna lebih menyukai format html dari pada PDF.
2.      Kemustahilan bibliografi Deskripsi
Ketika Anda mencoba mendeskripsikan objek informasi digital ke dalam metadata dengan standar format ISBD, hal ini tidak mungkin dilakukan. Pembuatan katalog berbasis web sulit dilakukan karena akan memakan tempat yang luas untuk menyimpannya.
3.      Kemustahilan manajemen koleksi
Hypertext tidak dapat disimpan secara selektif. Setiap Hyperlink mengacu pada materi yang diarsipkan dengan bahan pengarah dan sebaliknya. Sehingga pemilihan informasi yang sesuai akan sulit ditemukan. Koleksi hypertextual yang selektif hanya akan masuk melalui hypertexs yang tersedia dan mustahil untuk melestarikan semua hypertext di dunia. Dengan demikian, manajemen koleksi digital sangat sulit dilakukan.
4.      Kemustahilan preservasi digital
Preservasi digital mustahil dilakukan karena beberapa hal diantaranya adalah spesifikasi format objek digital itu sendiri, karakter perangkat lunak untuk membacanya akan usang, kerusakan komponen hardware dan terjadinya migrasi atau transformasi objek. Dan umur koleksi digital yang sangat singkat dan hanya bertahan antara 3 – 4 tahun.

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin meningkat, semua hal tersebut sekarang suda bisa dilakukan oleh perpustakaan-perpustakaan digital yang ada, walaupun tidak sepenuhnya bisa dilakukan, seperti preservasi koleksi digital, preservasi koleksi digital harus di dilakukan dengan pertimbangan keusangan media penyimanan.
Dampak Pada Ilmu Perpustakaan
Pergeseran budaya sekarang menjadi hal yang sangat mendasar dan memunculkan ide-ide baru, maka pustakawan harus mengumpulkan dan mengatur output dan mendokumentasikan seluruh budaya tersebut. Jika penyimpanan diigital wajib secara hukum, maka perpustakaan digital akan menghadapi teka-teki yang harus dipecahkan seperti yang tercantum di atas pada bagian "kemustahilan manajemen koleksi". Untuk integritas situs web asli harus dipertahankan, hyperlink harus diawetkan. Tetapi untuk melestarikan hyperlink secara akurat, seluruh weblink yang memanggil situs web asli harus dilestarikan.
Kesimpulan
Keberadaan perpustakaan digital tidak akan menggeser peran pustakawan walaupun segala sesuatu itu dapat terjadi, tetapi sangat kecil kemungkinannya dikarenakan  perpustakaan digital dengan pustakawan saling membutuhkan dan di butuhkan. Dengan adanya perpustakaan digital para pustakawan lebih terbantu dalam penelusuran informasi atau meng-update informasi yang sedang hits atau yang di butuhkan user pada saat ini. Dengan adanya perkembangan ini perpustakaan juga harus selalu mnyediakan alat pendukung dalam penelusuran informasi sehingga para user dapat menemukan informasi lebih cepat atau lebih efisien. 
Kehadiran perpustakaan digital bukan semata menjadi ancaman bagi dunia perpustakaan, tetapi sebagai peluang untuk bisa mengelola informasi yang ada diseluruh dunia untuk bisa disediakan kepada masyarakat pengguna sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Selain itu, juga akan meningkatkan pencitraan lembaga perpustakaan dimata masyarakat.

PENGGUNAAN TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM)




Menurut Undang-Undang Perpustakaan No 43 Tahun 2007,  Perpustakaan adalah institusi pengelola karya tulis, karya cetak, dan atu karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memebuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.
Sejalan dengan perkembangan zaman, pengertian perpustakaan baeubah secara berangsur-angsur. Pada mulanya setiap ada kumpulan buku-buku koleksi yang dikelola secara rapi dan teratur disebut perpustakaan, tetapi karena adanya perkembangan teknologi modern dalam usaha pelestarian dan pengembangan informasi, maka koleksi perpustakaan tidak hanya terbatas buku-buku saja tetapi juga beraneka ragam jenisnya.
Kelahiran dan perkembangan teknoligi informasi, terutama yang dimotori oleh teknologi komputer, memang kemudian mempercepat dan menngubah berbagai praktek penting di dalam bidang perpustakaan, informasi dan dokumentasi. Secara sistemik telah terjadi pula perubahan dalam cara kita memandang teknologi informasi, dari yang semata-mata hanya memusatkan perhatian pada kemampuan mesin dalam mengolah informasi, menjadi perhatian pada peran teknologi dalam hubungan antar manusia sebagai anggota masyarakat yang semakin lama semakin insentif dalam menggunakan informasi dalam berbagai aspek kehidupan mereka, Pendit (2008:3).
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, maka perpustakaan sekarang sudang mengembangkan layanannya dari yang manual menjadi komputerisasi. Atau dengan istilah lain, perpustakaan mengalami dinamika yang signifikan dari perpustakaan yang tradisonal menjadi perpustakaan digital. Hal ini membuat para manajer perpustakaan harus kritis dalam menentukan teknologi informasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka serta penggunaan yang mudah dan bisa diterima oleh para pengguna perpustakaan.
Dalam menentukan software atau aplikasi yang bagus dan ideal untuk untuk sebuah perpustakaan belum ada stardar khusus yang ditetapkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Tetapi penetapan sistem informasi tersebut tergantung kepada kebijakan manajer perpustakaan dengan mempertimbangkan kepada kemampuan lembaga dan staf serta pengguna perpustakaan tersebut.
Untuk Indonesia sendiri terdapat banyak aplikasi open sourc yang bisa digunakan dan didapatkan secara gratis. Menurut Dony Prisma (2013) Adapun Aplikasi atau software perpustakaan digital yang bisa diterapkan di perpustakaan adalah sebagai berikut:
1.       Fedora (Flexible Extensible Digital Object Repository Architecture), Fedora adalah sebuah layanan terpusat yang menyediakan penyimpanan objek digital yang sekaligus terintegrasi dengan keamanan, metadata, semantik ataupun kolaborasi yang sangat dibutuhkan di era Web 2.0 saat ini.
2.       Eprints, EPrints adalah perangkat lunak opensource yang dikembangkan oleh School of Electronics and Computer Science, University of Southampton, England United Kingdom. Aplikasi ini berbasis web yang digunakan untuk membangun sebuah repository karena itu membutuhkan aplikasi pendukung utama seperti Apache, MySQL, Perl dan mod_perl.
3.       GDL (Ganesha Digital Library), GDL merupakan aplikasi perpustakaan digital berbasis web yang dikembangkan oleh Knowledge Management Research Group (KMRG) Institut Teknologi Bandung. GDL merupakan program opensource dengan lisensi GPL. Aplikasi ini bisa dijalankan pada sistem operasi windows dan semua distro linux, sedangkan aplikasi pendukungnya adalah APACHE sebagai web server, PHP sebagai software aplikasi pemrograman, dan MySQl sebagai databasenya..
4.       Greenstone, Greenstone merupakan software yang dikembangkan melalui proyek pengembangan perpustakaan Digital New Zealand (New Zealand Digital Library Project) dibawah koordinasi Ian H. Witten dari University of Waikato New Zealand tahun 2004. Untuk dapat menjalankan aplikasi ini, GSDL mensyaratkan Apache Web Server atau MS Internet Information Server dan Java Runtime Environment.
5.       Dspace, Dspace merupakan program aplikasi repository yang dapat mengambil, menyimpan, mengindeks, mem-preservasi dan menyalurkan karya-karya intelektual dari penelitian universitas dalam bentuk digital. DSpace dibangun dan dikembangkan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) Libraries and Hewlett-Packard (HP). Apliaksi pendukung yang dibutuhkan untuk menjalankan Dspace adalah openjdk, Java, Apache Ant, Apache Tomcat dan PostgreSQL.
6.       Senayan, atau lengkapnya Senayan Library Management System (SLiMS), adalah perangkat lunak sistem manajemen perpustakaan (library management system) sumber terbuka yang dilisensikan di bawah GPL v3. Aplikasi web yang dikembangkan oleh tim dari Pusat Informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia ini dibangun dengan menggunakan PHP, basis data MySQL, dan pengontrol versi Git. Pada tahun 2009, Senayan memenangi INAICTA 2009 untuk kategori open source. Slims Meet Up Community (2013)
Setiap aplikasi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebelum menerapkan aplikasi yang cocok untuk sebuah perpustakaan, manajer perpustakaan harus terlebih dahulu mengevulasi aplikasi atau sistem infomasi tesebut. Salah satu model yang cocok untuk mengevaluasi aplikasi tersebut adalah dengan menggunakan model Technology Acceptance Model  (TAM) yang dikembangkan oleh Davis (1989).
Adapun unsur-unsur yang di evaluasi berdasarkan teori model Technology Acceptance Model  (TAM) adalah;
1.      Perceived Ease of Use (Kemudahan)
Penerapan aplikasi perpustakaan membuat pengguna merasa mudah dalam menggunakan aplikasi tersebut dalam menemukan informasi yang meraka cari. Bahasa dan petunjuk yang ada pada aplikasi tersebut mudah dipahami dan dimengerti oleh staf dan pemustaka. Kemudian aplikasi tersebut bisa digunakan secara fleksibel.
Yang paling penting dalam menggunakan aplikasi tersebut pengguna bisa menemukan informasi yang mereka butuhkan secara cepat dan tepat, sehingga penggunaan ini bisa menghematkan pengguna dalam menggunakannya. Dengan kata lain persepsi pengguna terhadap kemudahan dalam menggunakan sistem informasi tersebut dapat diukur dari beberapa factor sebagai berikut:
1.      Sistem informasi mudah untuk dipelajari
2.      Sistem informasi memberikan informasi yang diinginkan oleh pemustaka
3.      Sistem informasinya jelas dan mudah dipahami
4.      Fleksibel
5.      Terbebas dari kesulitan
6.      Kemudahan dalam penggunaan sistem informasi
2.      Perceived Usefulness (Kebermanfaatan)
Penerapan aplikasi open source bisa meningkatkan kualitas kerja, baik staf maupun pemustaka. Dengan adanya aplikasi ini, pekerjaan staf akan cepat terselesaikan dan membuat pekerjaannya terstruktur. Bagi pemustaka, penggunaan aplikasi ini bisa mengantarkan mereka kepada informasi yang dituju dengan waktu yang secepat mungkin. Dan yang paling penting bagi lembaga, dengan adanya penerapan aplikasi ini akan mempermudah kerja staf, mempercepat kerja mereka serta peningkatan ekektifitas sehingga pencapaian tujuan bisa terlaksanakan. Bagi pemustaka, terdapat informasi yang mereka inginkan serta memudahkan mereka dalam mengakses berbagai macam informasi tanpa batas.
Dengan kata lain, Perceived Usefulness (Kebermanfaatan) tersebut bisa diurutkan sebagai berikut :
1.      Bekerja lebih cepat
2.      Meningkatkan perfomence pekerjaan
3.      Meningkatkan produktivitas
4.      Meningkatkan Efektivitas
5.      Membuat pekerjaan menjadi mudah, dan
6.      Berguna bagi penggunanya.

3.      Behavioral Intention to Use (Kecenderungan Penggunaan)
Aplikasi yang diterapkan tersebut membuat kecendrungan pengguna untuk tetap menggunakannya. Perilaku mereka bisa dilihat dari penggunaan aplikasi tersebut secara terus menerus setiap mereka datang ke perpustakaan dan memotivasi pengguna lain untuk tetap menggunakan sistem informasi tersebut.
Jika aplikasi perpustakaan tersebut tidak dapat digunakan karena kerusakan sistem atau mati listrik, mereka akan merasa cemas dan merasa sulit menemukan apa yang mereka inginkan serta membuat pekerjaan mereka terbengkalai tanpa ada bantuan aplikasi tersebut.
4.      Actual System Use (Penggunaan sistem nyata)
Penggunan menerima aplikasi open source yang sudah diterapkan di perpustakaan. Dengan menggunaka program aplikasi ini, pengguna merasa puas, karena aplikasi tersebut mudah untuk digunakan, mudah dipahami dan mudah dipelajari serta menyukai tampilan yang ada pada aplikasi tersebut. Dengan penggunaan aplikasi ini bisa meningkatkan produktifitas mereka yang bisa tercermin dari kondisi nyata penggunaannya, seperti menerima adanya sistem informasi perpustakaan dan perasaan pengguna terhadap sistem informasi.
Penerimaan pengguna terhadap implementasi sistem teknologi informasi di perpustakaan dapat didefinisikan sebagai keinginan yang nampak didalam kelompok pengguna untuk menerapkan sistem teknologi informasi tersebut dalam pekerjaannya. Semakin menerima sistem teknologi informasi yang tersebut, semakin besar kemauan pemakai untuk merubah praktek yang sudah ada dalam penggunaan waktu serta usaha untuk memulai secara nyata pada sistem teknologi informasi yang sudah diterapkan di perpustakaan.
Akan tetapi apabila pemakai tidak mau menerima sistem teknologi informasi tersebut, maka perubahan sistem tersebut menyebabkan tidak memberikan keuntungan yang banyak bagi perpustakaan, sehingga perpustaaan harus menggantikan teknologi informasi yang ada dengan teknologi informasi lain yang lebih sesuai.

Kesimpulan
Pada umumnya pengguna teknologi informasi akan memiliki persepsi positif terhadap teknologi informasi yang disediakan jika pengguna memiliki keyakinan atau persepsi terhadap kemanfaatan dan kemudahan yang memiliki dampak langsung terhadap sikap, minat, dan perilaku penggunaan Teknologi Informasi atau Sistem Informasi. Kemudahan pemakaian mempunyai pengaruh terhadap Teknologi Informasi sehingga dapat disimpulkan bahwa kemudahan penggunaan Teknologi Informasi di perpustakaan akan menimbulkan perasaan dalam diri pengguna bahwa teknologi tersebut mempunyai kegunaan atau manfaat sehingga menimbulkan rasa nyaman bila bekerja menggunakannya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengguna dalam menerima sistem informasi adalah kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem yang sudah diterapkan di perpustakaan, tingkat kepuasan pengguna atas perolehan informasi, dan harapan pengguna atas perfoma sistem yang dapat meningkatkan kinerja mereka, harapan upaya / usaha dalam penggunaan sistem informasi, serta karakteristik dari teknologi informasi yang akan digunakan, meskipun tidak secara langsung mempengaruhi mental penerimaan dari para pengguna dalam mengadopsi penggunaan sistem informasi tersebut.
Harapan atas penggunaan teknologi informasi dapat menunjukkan semakin mudah dan nyaman sistem teknologi informasi yang akan diterapkan, maka semakin terdorong pula para pengguna untuk menerima adopsi dari teknlogi informasi tersebut. Karakteristik teknologi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kecocokan teknologi.